Kewenangan Presiden dalam Pemberian Grasi Kepada Terpidana Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif Perspektif Fiqih Siyasah
Abstract
Clemency is generally known as a pardon granted to a convict. The president has the authority to grant clemency. In Indonesia, the president grants pardons to convicts of ordinary crimes and those convicted of extraordinary crimes. One of the grants of clemency by the president to convicts of extraordinary crimes is the granting of clemency to drug convicts. The granting of clemency or the refusal of granting clemency by the president to drug cases has received various criticisms and responses from the public. In addition, the term granting clemency has been known during the reign of Islam. However, the granting of clemency to drug convicts had never happened at that time. Therefore, the author will analyze further the president's authority in granting clemency to drug convicts from a fiqh siyasah perspective. The data used in this research are laws and regulations, books, journals, scientific writings, dictionaries, and so on related to the title of this research. The results of this study are the authority of the president in granting clemency to drug convicts according to Indonesian laws and regulations. The granting of clemency to drug convicts does not violate the laws and regulations in Indonesia and the absence of laws and regulations prohibiting the granting of clemency by the president to drug convicts. In the perspective of siyasah fiqh, granting clemency to drug convicts can also be carried out and is the authority of the head of state or president in which the granting of clemency must aim for the benefit of the people. In granting clemency to drug convicts, the president must also really consider the impact and dangers of granting clemency.
Keywords: Authority; President; Clemency; Drugs; Fiqh Siyasah
Abstrak
Grasi dikenal secara umum sebagai pengampunan yang diberikan kepada terpidana. Kewenangan pemberian grasi dimiliki oleh presiden. Di Indonesia, presiden memberikan grasi kepada terpidana kasus kejahatan biasa maupun terpidana kasus kejahatan luar biasa. Salah satu pemberian grasi oleh presiden kepada terpidana kasus kejahatan luar biasa adalah pemberian grasi kepada terpidana narkoba. Pemberian grasi ataupun penolakan pemberian grasi oleh presiden terhadap kasus narkoba mendapatkan berbagai kritikan dan tanggapan dari masyarakat. Selain itu, istilah pemberian grasi telah dikenal pada masa pemerintahan Islam. Akan tetapi, pemberian grasi kepada terpidana narkoba belum pernah terjadi pada masa itu. Oleh sebab itu, penulis akan menganalisis lebih lanjut mengenai kewenangan presiden dalam pemberian grasi kepada terpidana narkoba perspektif fiqih siyasah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, tulisan-tulisan ilmiah, kamus dan lain sebagainya yang terkait dengan judul penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah kewenangan presiden dalam pemberian grasi kepada terpidana narkoba menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat dilakukan. Pemberian grasi kepada terpidana narkoba tidak melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia dan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang melarang pemberian grasi oleh presiden kepada terpidana narkoba. Dalam perspektif fiqih siyasah, pemberian grasi kepada terpidana narkoba juga dapat dilakukan dan merupakan kewenangan dari kepala negara atau presiden yang mana dalam pemberian grasi tersebut harus bertujuan untuk kemaslahatan umat. Dalam pemberian grasi kepada terpidana narkoba, presiden juga harus benar-benar mempertimbangkan dampak dan bahaya akibat pemberian grasi tersebut.
Kata Kunci: Kewenangan; Presiden; Grasi; Narkoba; Fiqih Siyasah
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Buku
Al-Mawardi, I. 2014. Ahkam Sulthaniyah; Sistem Pemerintahan Khilafah Islam . Jakarta: Qisthi Press.
Iqbal, M. 2014. Fiqh Siyasah; Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam. Jakarta: Kencana.
Irfan, N., & Masyrofah. 2013. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah.
Jurdi, F., & Yani, A. 2019. Grasi Sebagai beschikking. Malang: Setara Press.
Kartanegara, S. 2009. Hukum Pidana Bagian Dua. Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa.
Mujar, S. I., & Khamami, Z. 2009. Fikih Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Hukum Islam. Jakarta: Erlangga.
Muladi, & Arief, B. N. 1992. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: PT. Alumni.
Jurnal
Ariestanti, Y. 2021. Konsep Sakit Berkepanjangan Sebagai Hak Untuk Mengajukan Permohonan Grasi Berdasarkan Alasan Kemanusian dan Keadilan. Jurist-Diction, 4(4): 1707-1722.
Bantika, N. 2016 Pemberian Grasi Oleh Presiden Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Legal Opinion Jurnal Ilmu Hukum, 4(6): 2.
Fi'liyah, E. A. 2019. Eksistensi Grasi Tindak Pidana Narkotika dalam Pandangan Hukum Pidana. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 25(10): 71-82.
Hidayat, S. 2013. Tata Negara Dalam Perspektif Fiqh Siyasah. Tafaqquh, 1(2): 1-21.
Irawan, R. B. 2016. Hak Konstitusional Presiden dalam memberikan Grasi dan Penerapannya di Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Hukum De'jure: Kajian Ilmiah Hukum, 1(2): 365-393.
Kurniawan, E. C. 2015. Tinjauan Yuridis Terhadap Terpidana dalam Pemberian Grasi. Lex Administratum, 3(1): 51-65.
Makawimbang, R. D. (2013). Kedudukan Presiden dalam Memberikan Grasi. Lex Administratum, 1(2): 48-55.
Maramis, A. 2019. Pemberian Grasi Dalam Ketentuan Perundang-Undangan yang Berlaku di Indonesia. Lex Et Societatis, 7(7): 61-68.
Padmawati, L. M. 2013. Tinjauan Yuridis Pemberian Grasi dalam Kajian Pidana Terkait Efek Jera Pemidanaan. Recidive, 2(3): 301-306.
Risal, C. 2017. Eksistensi Grasi Menurut Persppektif Hukum Pidana. Jurisprudentie, 4(2): 96-108.
Siregar, D. 2013. Analisis Kewenangan Presiden dalam Pemberian Grasi Terhadap Tindak Pidana Narkotika. 1-18.
Sukardi, J. L. 2018. Kewenangan Presiden Republik Indonesia dalam Memberikan Grasi terhadap Narapidana Ditinjau dari Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lex Administratum, 6(4): 5-12.
Syefriyeni. 2019. Relativisme Etika Keyakinan Moral: Sebuah Ijtihad Etik Umar bin Khattab. Intizar , 25(2): 107-114.
Wattimena, H. 2015. Pemberian dan pencabutan Grasi Perspektif Hukum Islam. Tahkim, 11(2): 48-65.
Internet
https://www.voaindonesia.com/a/grasi-untuk-terpidana-narkotika-atas-alasan-kemanusiaan/1527260.html (Diakses 10 Oktober 2021).
https://tirto.id/grasi-grasi-yang diberikan-jokowi-dan-sby-chEU (Diakses: 27 September 2021)
https://m.liputan6.com/news/read/2175734/jokowi-pastikan-tolak-seluruh-permohonan-grasi-kasus-narkoba (Diakses: 27 September 2021).
https://www.republika.co.id/berita/q7xrjv428/cegah-corona-di-lapas-anggota-dpr-usul-amnesti-selektif (Diakses: 22 Oktober 2021).
DOI: https://doi.org/10.32507/mizan.v6i2.1617
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2022 Siti Ngainnur Rohmah, Jihadini Nur Azizah
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Indexed by:
© Copyright CC BY-SA Mizan, p-ISSN: 2598-974X, e-ISSN: 2598-6252 |
Mizan: Journal of Islamic Law Published by Department of Ahwal Al-Syakhsiyyah, Faculty of Tarbiyah, Universitas Ibn Khaldun Bogor in partnership with Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI) DKI Jakarta.
Editorial Office:
FAI Building, 1st Floor, Department of Ahwal Al-Syakhsiyyah, Kedung Badak, Bogor City, West Java, Indonesia 16162 Phone/Fax. 0251-849529, Email: Mizan@uika-bogor.ac.id